Cari Blog Ini

Kamis, 02 September 2010

SUNGLASS VERSUS SUN BLOCK LOTION

KACAMATA SUNGLASS VS SUN BLOCK LOTION
Kebutuhan untuk tampil penuh percaya diri dan mempesona sehingga memicu orang lain tertarik menjadi sebuah kebutuhan yang sulit dihindari saat ini. Percaya atau tidak, iklan produk kecantikan merupakan salah satu penyumbang iklan terbesar di seluruh media massa. Salon-salon kecantikan bertebaran untuk memenuhi hasrat setiap orang agar selalu tampak up to date dan tidak di anggap “jadul”. Setidaknya inilah wabah epidemik yang menggandrungi apapun jenis kelaminnya dan tidak semata-mata kebutuhan tersebut tertuju pada wanita.
Salah satu kandungan perawatan kulit yang begitu termahsyur dan mungkin menjadi alat vital publikasi adalah adanya indikasi keberadaan sun block ( baca pelindung dari sinar matahari ) dalam sebuah produk. Suatu ketika seseorang yang saya kenal melumuri seluruh tubuhnya dengan lotion tersebut di wajah dan kepalanya, lalu ia pergi dengan menggunakan topi, baju lengan panjang, celana panjang dan kadangkala menggunakan payung bila hari di rasa mulai terik. Tujuan utamanya adalah melindungi dirinya dari bahaya sinar UV (= Ultra Violet ) yang berasal dari matahari. Lalu dengan gaya jenaka saya mengajukan sebuah pertanyaan, kenapa kamu tidak menggunakan sunglass atau kacamata hitam ? Dia menjawab,” Entar gue di sangkain tukang pijat lagi”. Kami pun tertawa dengan riuhnya, karena tak bisa dipungkiri bahwasanya jika kita menggunakan sunglass maka orang-orang akan beranggapan ataupun mengejek pengguna sunglass sebagai tukang pijat.
Lalu saya berpikir keras, apakah analogi ini dapat selalu tetap digunakan ataukah cara berpikir kita yang mulai tidak rasional? Kemudian teringatlah saya tentang pelajaran Premis, dimana tuna netra adalah tukang pijat, tuna netra pakai kacamata hitam,maka memakai kacamata hitam adalah tukang pijat. Walaupun tidak semua tukang pijat adalah tuna netra dan orang yang menggunakan kacamata hitam adalah tuna netra. Okelah kita tinggalkan polemik ini sejenak.
Tahukah anda tentang tingkat utilitas menggunakan kacamata hitam sebagai media sun block bagi kesehatan mata kita?
Sinar UV yang berada di sekitar kita adalah UV A dan UV B, sedangkan UV C terhambat oleh keberadaan atmosfer. Menurut banyak penelitian, sinar UV dapat menyebabkan kerusakan pada mata yang tidak dilindungi. “ Manusia sangat mewaspadai kanker kulit. Anda harus peduli saat kulit terkena pancaran sinar matahari,” ucap Dr J Alberto Martinez, seorang dokter spesialis mata di Bethesda dan Profesor di Georgetown University Medical School. "Tetapi di saat yang sama, mata juga mengalami permasalahan akibat pancaran sinar matahari. Sinar matahari merupakan permasalahan kesehatan umum dan sebagai dokter spesialis mata, saya memperhatikan dengan seksama, tingkat keparahan pada organ penglihatan disebabkan oleh sinar UV “. Lama-tidaknya pancaran yang diterima dapat mengakibatkan masalah penglihatan dan tentu saja penyakit pada organ. Ini merujuk pada kesimpulan dar Lembaga Pelindung Liingkungan Udara dan Radiasi Amerika (U.S. Environmental Protection Agency's Office of Air and Radiation).
Sinar UV meski dalam jangka waktu pendek dapat menimbulkan keadaan mata merah atau dikenal sebagai Photokonjungtivitis. “ Sinar matahari dapat memicu erosi sel pada bagian depan kornea dan akan berkembang menjadi kerusakan secara permanen dan mati,” ucap Dr Lee Duffner, seorang dokter spesialis mata di Hollywood. Dalam periode tertentu, penyakit yang dapat diidap beberapa diantaranya adalah Pterygium, Katarak ( Lensa mata menjadi keruh ), Makula Degenerasi, Kanker. Oleh karena itu, ada sinyalemen mengapa warga pedesaan lebih cepat mengalami katarak daripada warga perkotaan. Beberapa ahli berinisiasi semakin seringnya seseorang melakukan kegiatan di luar lapangan akan lebih cepat mengalami katarak.
Sinar UV tidak hanya berbahaya saat matahari bersinar terik, pada saat musim hujan tetap tidak berkurang pengaruhnya. Lalu bagaimana melindungi mata anda? Sunglass. Media ini dianggap sebagai pilihan termudah dan para ahli pun menyarankannya. Setidaknya kacamata hitam harus dapt menyerap sinar UV A dan UV Bdalam kisaran 99-100%. Pertimbangkan pula berapa besar biaya yang akan anda keluarkan dan efek psikologis yang mungkin timbul ketika anda tidak melindungi mata anda.Murah ataupun mahal bukanlah poin utama, karena banyak pula ditemukan sunglass berharga murah namun baik dalam penyerapan sinar UV.
Bagaimanapun juga mata adalah property dan investasi yang tiada tertandingi bagi siapapun. Ingatlah ketika anda memilikinya, bukan merindukannya saat anda sudah tak memiliki. Kerusakan akan radiasi sinar UV berasal dari akumulasi dari keadaan-keadaan sebelumnya. Tidak ada salahnya, anak-anak kita mulai diperkenalkan dengan manfaat kacamata hitam. Ini untuk menjaga kemampuan penglihatan mereka hingga usia mereka beranjak dewasa. Dr Martinez juga menyampaikan masa kritis terjadi pada 18 tahun pertama seorang manusia menjalankan kehidupan. Semakin besar kerusakan yang terjadi, maka sebenarnya kita telah ketinggalan laksana “ pacar ketinggalan kereta’. Kesulitan akan merajai saat anda memulai sebuah kebiasaan baru, namun tidak pernah ada kata berhenti untuk selalu berikhtiar alias berusaha. Para sesepuh menyebutnya “ Kalau tidak dicoba, kita tidak akan tahu apa hasilnya”
Sumber Referensi :
1. Journal Medline Plus 20 Agustus 2010
2. Wikipedia
3. Sumber-sumber lainnya

Sabtu, 28 Agustus 2010

TIPS MEMOTONG LENSA SECARA MANUAL

TIPS MEMOTONG LENSA SECARA MANUAL

Kebanyakan pemilik optikal tidak memiliki kemampuan dalam dunia optikal dikarenakan mereka awam dan atau mereka adalah praktisi namun berdana kecil. Kecenderungan untuk meraup untung yang sebesar-besarnya ditenggarai dilakukan dengan berbagai cara dan salah satunya adalah memotong dan memasang lensa sendiri dengan segala keterbatasan yang ada. Mungkin anda salah satunya? Tehnik dalam memotong tidaklah terlalu sulit dan rumit. Setiap orang dapat melakukannya dengan bermodalkan ketekunan belaka. Banyak ditemukan para praktisi pemotong dan pemasang lensa tidaklah kelulusan dari dunia pendidikan seputar optikal. Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat anda lakukan seraya terus berlatih dan jangan merasa berpuas diri atas kemampuan yang saat ini dimiliki.

A. Lay out

Dalam melakukan lay out banyak hal kecil yang dapat dilakukan diantaranya ;

I. Pattern ( patrun )

a.Pattern Asli

Pattern asli untuk sebagian besar merk frame akan selalu lebih besar dari aslinya ( lingkar rim ) berkisar antara 0,5 mm - 1,50mm, kecuali merk frame yang sudah terkenal dan harganya berkisar 1 juta ke atas. Alangkah baiknya untuk tetap berpikir bahwa lensa lay out selalu lebih besar dari asli meski garis lay out telah terpotong.

b. Tidak ada pattern

1. Anda dapat menggambar langsung dengan cara menahan bagian bridge tepat di tepi lensa dengan menaruh frame dibagian belakang lensa.

2. Ambil kertas atau kartun sebagai media membuat pattern

3. Gunakan mesin pembentuk pattern jika anda memilikinya

c. Menentukan Pupil Distance ( PD ) pasien

Ukur panjang horizontal rim atau biasa di sebut sebagai size rim dan bridge. Selisih antara PD Pasien dengan PD frame dan kemudian di bagi dua itulah yang akan kita ambil. contoh :

PD frame= 63

PD pasien = 65

maka, Pergeseran = PD frame - PD pasien

= 63 - 65

= -2 mm

Jadi titik fokus / PD berada ke arah temporal/tepi frame 1mm dari titik PD frame.

II. Bagian Lay out

a. Bagian depan lensa

Bila anda menggambar dari sisi depan lensa, maka lay out tersebut lebih kecil dari ukuran lensa bila terpasang di rim

b. Bagian belakang lensa

Menggambar dari sisi belakang lensa akan membuat lay out lebih besar dari ukuran lensa bila terpasang di rim

Kisaran perbedaan berkisar antara 0,75 - 1 mm dari lensa yang terpasang.

III. Spidol

Biasakan untuk menggunakan spidol jenis tinta permanen seperti Artline 70 dan merk lain terdapat tulisan permanen ink. Lebih baik jika anda menggunakan dengan besaran ujung spidol 1,0 mm. Biasanya pada bagian tutup spidol terdapat tulisan 1.0. Jenis spidol ini lebih akurat dalam menggambar, karena semakin besar ujung spidol maka bias dari tanda yang ditinggalkan oleh spidol semakin besar. Permasalahan seperti ini akan nampak terlihat bila rim frame berbentuk segi dan sudutnya lancip.



B. Proses pemotongan lensa

Saat memotong, lensa tidak perlu ditekan ke permukaan gerinda. Lensa kaca akan menimbulkan percik api dan bahkan pecah, sedangkan lensa plastik membuat putaran gerinda tertahan. Perilaku ini juga memberikan efek samping berupa permukaan gerinda yang akan cepat menipis dan mudah aus. Pastikan gerinda tersebut ada bagian kasar ( = rough ), dan halus (= fine ) dan akan lebih menguntungkan jika ada bagian dari gerinda untuk membuat bevel ( sudut ) yang kebanyak berada satu tempat dengan gerinda halus. Gerinda kasar digunakan untuk memotong lensa hingga menyentuh tepi luar garis spidol. Kemudian pindahkan ke gerinda halus hingga pertengahan garis yang dibentuk dalam lay out. Bila jenis mesin potong memiliki bagian pembuat bevel untuk full frame, anda diperkenankan untuk memulai membentuk sudut/bevel. Jenis frame half frame atau rimless tidak perlu untuk pembuatan sudut.

Bila gerinda tidak memiliki pembentuk bevel, sebaiknya anda menentukan jenis bevel yang akan dibuat sesuai dengan ketebalan lensa.contoh :

a. Bevel 1/3 : 2/3

Lakukan pemotongan dengan sudut yang mengarah ke permukaan depan lensa sebanyak 1 kali putaran dan belakang 2 kali putaran

b. Bevel 1/2 : 1/2

Pemotongan bagian depan dan belakang 1 kali putaran

c. Lensa Bolong atau tidak sesuai dengan bentuk rim

Jangan panik, lihat bagian mana yang bolong dan tandai dengan spidol. Potong secara perlahan dan sedikit bagian yang di luar tanda ( bukan keseluruhan ) atau sisi yang mengapit bagian yang bolong

d. Memegang lensa

Hal ini tergantung dari kebiasaan praktisi. Saya menyarankan bagian belakang lensa mengarah ke pemotong atau bagian kiri pemotong. Bila dilakukan sebaliknya, anda kan menemui kesulitan terutama pada saat memperkirakan apakah garis telah terpotong atau belum.



D. Bersihkan peralatan memotong

Tanpa disadari, kebiasaan membersihkan bagian luar dan dalam mesin potong akan membuat akurasi dan presisi mesin tidak berkurang. Selain itu,mesin juga kan berumur lebih panjang.

E. Memotong di bagian gerinda yang sama

Setiap mesin memiliki gerinda dengan variasi ukuran yang berbeda. Seringkali ditemukan para praktisi memotong dibagian gerinda yang sama. Misal lebarnya 10 cm,umumnya bagian yang terpakai hanya setengahnya. Padahal kita dapat memanfaatkan semua bagian. Inilah penyebab utama mengapa permukaan gerinda tidak rata yang dapat mengakibatkan akurasi pemotongan lensa jadi berkurang.



F. Pemotongan sebelum ke gerinda

Berlian, tang atau besi yang di jepit memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda. 1 hal yang selayaknya anda lakukan adalah memegang sisi dalam lebih kuat agar titik momentum lensa dapat diwakili oleh jari. Semakin ke tengah, maka permukaan lensa akan semakin rapuh dan mudah pecah atau terbelah.

Semakin sering anda mencoba, keahlian anda akan meningkat. Practice make perfect.Apalagi hobi anda adalah berbau kesenian, niscaya akan mempermudah mencapai keahlian dalam memotong walau menggunakan mesin manual. Banyak orang percaya bahwa mesin automatik lebih baik daripada manual, padahal sehebat apapun mesin auto masih membutuhkan kemampuan memotong manual. Semua itu disebabkan oleh mesin yang bersifat statis alias mengikuti setting yang telah dibuat. Kekurangan mesin auto akan lebih tampak saat lensa mempunyai banyak segi dan sudutnya tajam. Manual tidak selalu identik dengan ketinggalan zaman

Kamis, 19 Agustus 2010

AMANKAH MENGGUNAKAN LENSA KONTAK?

Lensa kontak telah digandrungi oleh khalayak ramai,termasuk para orangtua atau bahkan yang tidak memiliki kelainan refraksi alias menggunakan kacamata dengan lensa resep. Perjalanan panjang yang berawal dari lensa kontak jenis keras hingga akhirnya mencapai lensa kontak komestik atau memiliki warna. Jenis terakhir ini memiliki indikasi untuk mengubah tampilan warna iris mata. Iris mata di setiap negara mempunyai kekhasan tersendiri dan keunikan yang ditampilkan menarik minat untuk mengubah warna iris. Kalangan tertentu menahbiskannya sebagai sebuah nilai dalam fashion dan tidak sedikit di antaranya untuk memberikan semacam pernyataan dalam membentuk image tidak ketinggalan zaman.

Apakah anda sudah mengenal lensa kontak dengan baik? Bagaimanakah cara merawatnya ? Bagaimana dengan kajian ilmiah terkini perihal lensa kontak ? Ataukah nilai kosmetik telah mempengaruhi untuk menjatuhkan pilihan menggunakan lensa kontak ? Pernahkah anda bertanya perihal mempertanyakan motivasi menggunakan lensa kontak? Semua pertanyaan ini kembali kepada pribadi masing-masing. Pertanyaan ini tampil dari sebuah respon akibat begitu banyak temuan, keluhan dan kajian yang berkaitan erat dengan lensa kontak.

Beberapa negara maju telah menerapkan kebijakan lensa kontak tidak dapat diperjualbelikan dengan bebas. Di samping itu, mereka diwajibkan memegang lisensi Contact Lens Practitioner. Bila seorang praktisi melakukan menuliskan resep lensa kontak, maka bui adalah resiko yang harus ditanggung. Perbuatan tersebut dianggap melanggar hukum atau lebih dikenal dengan malpraktik. Indonesia sendiri dikenal sebagai negara dimana lensa kontak dapat diperjualbelikan dengan bebas dan harga yang tergolong sangat murah. Tidak heran, jumlah pengguna di indonesia terus bertambah dan dianggap sebagai pangsa pasar yang menjanjikan. Menurut kabar terkini, kebijakan ini juga akan diterapkan. Namun entah kapan realisasi tersebut dapat terlaksana.

Kewajiban seorang praktisi tidak sekedar menjual, penyampaian informasi yang up to date dan dapat dipertanggungjawabkan merupakan hak pasien yang wajib dipenuhi. Bagi pasien pengguna lensa kontak diharapkan meningkatkan kewaspadaan dan jangan menganggap sepele seputar penanganan lensa kontak. Kebutaan dan penyakit mata lainnya akan selalu membayangi anda dan biasanya datang tanpa dijemput. Tanpa bermaksud menakut-nakuti tragedi sebuah larutan lensa kontak tahun 2006 yang melanda seluruh dunia, khususnya asia tenggara cukuplah dijadikan referensi. " It's a scary thing. I don't understand why someone would want to put a contact lens in, just on their own," said Dr Nelly Kim (kira2 terjemahannya "ini adalah hal yang mengerikan. saya tidak mengerti mengapa seseorang hanya mau menggunakan lensa kontak sekehendak mereka" )Pada kesempatan lain beliau juga menghimbau, " apabila anda menggunakan sesuatu yang dimasukkan ke mata, maka anda harus yakin dan mengetahui keamanannya sebagai prioritas utama dan terpasang dengan baik." Sebagaimana diketahui oleh para praktisi, parameter yang disediakan di pasar tidaklah mencapai keidealan yang semestinya lensa kontak sama dengan parameter kornea seseorang. Bila anda menggunakan lensa kontak, saatnya sekarang anda bertanya apakah lensa kontak yang saya pakai sudah pas dengan karakteriitik dan parameter mata anda atau tidak. Seperti halnya pakaian, lensa kontak memiliki parameter yang diwakili oleh BC (Base Curve=kelengkungan dasar lensa kontak ) yang disepadankan dengan kelengkungan depan kornea dan Diameter yang mewakili besaran iris seseorang. Catatan penting bagi pengguna lensa kontak warna bagi yang memiliki ukuran, lensa kontak tersebut mengurangi lapang pandang anda.

Lensa ini dapat disejajarkan dengan benda asing, karena dideskripsikan sebagai bukan bagian mata.Barangkali youtube atau bahkan media lainnya, telah mengajari bagaimana memasang lensa kontak. Informasi yang anda dapatkan tidak dapat dijadikan alasan untuk membelinya secara mudah dan online. Berikut ini adalah hal yang selayaknya dilakukan pemeriksaan sebelum anda diperbolehkan menggunakan seraya mengikuti himbauan Dr. Jessica Ng, Vision Care Center ( Pusat Perawatan Penglihatan/mata ) di Burnaby :

1. Kesehatan secara umum
a. Tekanan bola mata yang dipengaruhi oleh tekanan darah
b. Penderita kencing manis atau bukan
c. Alergi, dll

2. Kesehatan mata di
a. Kelopak mata
b. Kornea
c. Konjungtiva, dll

3. Pengukuran parameter
a. BC
b. Diameter
c. Kalkulasi ukuran ( contoh untuk ukuran minus/myopia diperhitungkan mulai dari -4.00, maka lensa kontaknya - 3.75 )
d. Kualitas dan kuantitas air mata

Semua hal di atas bukanlah pelarangan, tetapi lebih pada pencegahan resiko yang dapat ditimbulkan. Hak pengguna lainnya adalah bagaimana merawat berdasarkan spesifikasi, sbb:

1. Disposable

A. Harian
Tak perlu Perawatan Khusus. Biasakan membilas sebelum memasukkan lensa kontak dengan menggunakan cairan yang disarankan.
B. Mingguan hingga 3Bulanan
Malam hari direndam dengan larutan merujuk waktu pada petunjuk pemakaian. Setiap hari wajib dilepas dan penggunaan maksimal 16 jam/hari, namun yang disarankan tidak lebih dari 12 jam

2. Extended atau lebih dari 6 bulanSetiap minggu wajib direndam dengan tablet perendam yang bisa didapatkan hanya di optikal. Lama perendaman dan dosis dapat melihat di brosur atau sesuai anjuran praktisi.

3. Semi Keras atau Keras
Sesuai anjuran praktisi

Meskipun tidak dipakai , biasakan untuk menjalani prosedur sebagaimana di atas. Beberapa tool kit yang selayaknya dibawa kemanapun saat anda bepergian :

1. Larutan lensa kontak
2. Obat tetes lensa kontak
3. Tempat Lensa kontak
4. Pembersih tangan

Prosedur tambahan yang dapat anda lakukan, antara lain :
1. Bersihkanlah tangan sebelum memakai atau melepas lensa kontak

2. Teteskan obat tetes bila anda merasa mengganjal atau kurang nyaman

3. Jangan kucek atau menggosok mata dengan lengan untuk menghindari iritasi mata atau lensa kontak robek

4. Bersihkan tempat lensa kontak tiap minggu agar kebersihan tempat lensa kontak tetap terjaga

5. Hindari penggunaan lebih dari 16 jam meskipun direkomendasikan oleh produsen

6. Lepaskan lensa kontak bila dengan obat tetes tetap tidak membaik.

7. Teteskan obat tetes ke atas permukaan lensa sebelum dipakai atau membilas lensa dengan cairan saline untuk menghindari sensasi mata perih saat menggunakan lensa kontak

8. Bagi pengguna baru, perhatikan jadwal pemakaian dimana hari 1-3 lama pemakaian 4 jam, dan selanjutnya bertahap 2 jam/3 hari sampai maksimal 16 jam

9. Hubungi praktisi anda bila diperlukan



Moga bermanfaat bagi anda semua. Untuk lebih lanjut akan kita bahas di sesi selanjutnya. Kritik dan saran kami tunggu dan jangan ragu.Kelebihan dan kebaikan datang dari ALLAH, kekurangan dan kealpaan berasal dari penulis.

Rabu, 05 Mei 2010

RETINOPATI DIABETIK 2

Retina merupakan salah satu media refrakta (=pembias ) dan menjadi bagian terpenting bagi tersedianya fungsi penglihatan. Elemen terletak di bagian belakang bola mata karena melapisi dinding bola mata. Syaraf sensoris dan retinal pigmen epithelia menjadi kandungan yang dimilikinya dan jutaan fotoreseptor (penerima rangsang cahaya ) yang berbentuk sel kerucut dan sel batang menjadi bagian yang tak terpisahkan. Fungsi ini memberikan beban bagi retina untuk lebih banyak kerja setiap waktu, namun sayangnya sedikit sekali personal menganggap penting arti sebuah penglihatan. Bahkan pamornya lebih kalah dari merawat kecantikan dan kemulusan tubuh.

Salah satu bagian terpenting dari retina adalah makula, dimana memiliki sel kerucut yang berguna dalam "fine vision" dalam artian membuat kita dapat megidentifikasi warna, garis dan bentuk. Fovea juga terdapat didalamnya dan memiliki keutamaan yang demikian mempesona, karena dari area yang tidak lebih besar dari sebuah titik berpengaruh terhadap kemampuan penglihatan.

Retinopati lebih dikenal sebagai gangguan tanpa peradangan yang terjadi pada jaringan pembuluh darah di retina dan biasanya berkaitan erat dengan penyakit sistemik dan salah satu contohnya adalah diabetes melitus atau kencing manis. Sebagaimana telah dijelaskan dalam artikel sebelumnya, maka penderita DM berdasarkan riset yang dibuat oleh Wisconsin Epidemilogic Study of Diabetic Retinopathy (WESDR) maka bagi yang berusia kurang dari 30 tahun (DM tipe I):
- durasi DM < 5 tahun, DR 13%,
- durasi DM 10-15 tahun, DR 90%
penderita DM berusia lebih dari 30 tahun (DM tipe II):
- durasi DM <5 tahun,ketergantunganpada insulin vs non insulin adalah 40% vs 24%
- durasi DM kurang dari 15 hingga 20 tahun, insulin vs non-insulin adalah 84% vs 53%.

Mengapa penanganan retinopati diabetik begitu penting ? Terkadang penderita DM tidak memiliki keluhan retinopati dan visus (kemampuan penglihatan ) akan secara bertahap mengalami penurunan. Banyak ahli mendefinisikannya sebagai bentuk "vision loss" atau hilangnya penglihatan dan para ahli pun sepakat bahwasanya penderita DM wajib melakukan pemeriksaan secara berkala karena mempunyai progresifitas tinggi dalam terciptanya efek kebutaan dibanding penyakit lainnya. Oleh karenanya dibeberapa negara maju dan berkembang, penyakit ini mendapatkan perhatian yang lebih besar. Bagaimana dengan indonesia? Insya ALLAH bila tidak ada halangan kita akan memiliki sarana dan pra-sarana layanan deteksi dini retinopati diabetik yang bertempat di RS Cipto Mangunkusumo. Program ini terselenggara atas kerjasama swasta dan pemerintah, salah satunya LSM Helen Keller Internasional.

Lalu dimanakah peran praktisi dalam hal ini RO dalam mensukseskan program ini? Banyak orang mengira ini bukanlah tugas kita, tapi tahukah anda bahwasanya di negara maju dan berkembang profesi ini begitu berperan dan salah satunya adalah melakukan foto retina dan melakukan edit dan upgrade dari foto retina. Insya ALLAH selepas saya melakukan training dan studi banding di singapura yang akan segera berakhir, saya mengundang para anggota grup ini dengan klasifikasi sebagai berikut :

1. Praktisi RO
Saya akan mengajarkan anda secara sukarela ataupun via seminar mengenai bagaimana mengoperasikan foto fundus dan edit foto fundus. Di singapura, tenaga yang melakukannya adalah optometris bukan profesi lainnya. Bagi pihak akademisi, insya ALLAH saya juga bersedia memberikan semacam kultum bagi para mahasiswanya. Apabila saya tidak salah dengar, alhamdulilah bahwasanya saya diberi kepercayaan oleh ALLAH sebagai perintis dalam bidang ini di indonesia.

2. Non Praktisi
Sebagai wujud rasa terima kasih atas nikmat&kepercayaan dari ALLAH melalui keikutsertaan anda dalam grup ini, maka saya mengajak dan mengundang anda untuk melakukan foto retina, terutama bagi yang mengalami permasalahan penglihatan dan penderita DM. Analisa dan penilaian akan diberikan pada waktu yang sama.

Teriring rasa syukur saya pada anda semua, karena tanpa doa dan keikutsertaan anda dalam grup ini, mungkin mustahil bagi saya untuk dipercaya menuntut ilmu dalam bidang yang belum dikenal khalayak indonesia. Mohon doanya moga saya bisa lulus dan terus aktif berperan serta dalam mencapai "vision 20/20" dan mencegah kebutaan via artikel dan usaha lainnya. Majulah Indonesiaku.

Rabu, 31 Maret 2010

MERAMBAH DUNIA RETINOPATI DIABETIK

Saat anda mendengar kata retinopati diabetik, maka yang terlintas adalah penyakit seperti apa dan patutkah kita mengenalnya? Bagi para praktis RO(lihat artikel-artikel sebelumnya) maka akan terlintas apakah ini bagian wewenang kita atau rujuk saja pasien ke dokter mata, maka semua urusan beres. Dengan kata lain masa bodoh saja. Padahal para dokter dan spesialis mata,serta praktisi lainnya memiliki andil untuk saling bekerjasama dalam menyeragamkan tata laksana penanganan. Menurunkan angka kebutaan indonesia yang berada pada kisaran 0,9% menurut hasil RISKESDA tahun 2007 dan bahaya dari retinopati menyumbang kurang dari 0,13% menjadi sebuah sinyalemen utama untuk merevisi prosedur yang selama ini dipakai.

Dalam sosialisasi program penanganan Retinopati Diabetik yang dihadiri oleh kepala Puskesma se-DKI Jakarta dan Kepulauan Seribu menyebut bahwa perlu ada peran serta RO dalam menjalankan program ini. Mendengar akan hal itu saya agak terperangah, lebih jauh lagi saya bertanya dalam hati "bisakah kesempatan ini untuk mengangkat profesi?". Pertanyaan itu terus bergaung dan akhirnya saya putuskan untuk berbagi informasi dengan anda,khususnya para praktisi. Tanpa anda dan profesi, sungguh mustahil bilamana saya mendapat kepercayaan sebagai koordinator pelaksana dalam program yang membawahi seluruh Puskesmas se-Jakarta dan Kepulauan Seribu. Saya akan mencoba memaparkan yang tentu saja dalam domain dan kapasitas RO.

Diabetes mellitus (DM) (dari kata Yunani διαβαίνειν, diabaínein yang artinya "tembus" atau "pancuran air", dan kata Latin mellitus berarti "rasa manis") yang umum dikenal sebagai kencing manis.DM terbagi menjadi 2 bagian :

1. DM tipe 1
DM yang bergantung pada insulin karena penderita memiliki kelainan pada sel beta pankreas sehingga mempengaruhi produksi insulin. Biasanya terjadi pada anak-anak.
2. DM tipe 2
DM yang tidak bergantung pada insulin. Ini terjadi karena kombinasi dari "kecacatan dalam produksi insulin" dan "resistensi terhadap insulin" atau "berkurangnya sensitifitas terhadap insulin"(adanya cacat respon jaringan terhadap insulin)yang melibatkan reseptor insulin di membran sel.Ini terjadi pada manusia dewasa.DM tipe 2 memiliki korelasi yang erat dengan retinopati diabetik.

Retinopati diabetik merupakan pengejawantahan komplikasi pada penderita DM dan diyakini dapat menyebabkan kebutaan. Apalagi dalam beberapa literatur dan riset yang sampai saat ini dilakukan menunjukkan disebutkan bahwasanya fenomena ini memberikan ekses yang tidak sedikit.Beberapa diantaranya apapun jenis pengobatannya tidak bisa disembuhkan, fungsi dari perawatan dan penanganan dengan menggunakan laser(photokoagulasi) hanya menghambat dampak kebutaan bukan mengembalikan fungsi penglihatan.

Dimanakah peran praktisi RO dalam keikutsertaannya menjadi bagian dari tata laksana penanganan diabetik retinopati? Berikut ini adalah yang seyogyanya anda bisa lakukan dalam mendeteksi ataupun menanganinya terutama pada saat penulisan resep kacamata,antara lain sebagai berikut :

1.Lakukan pemeriksaan tajam penglihatan
Pemeriksaan ini disarankan dilakukan 2 kali, bukan 1 kali sebagaimana praktek yang selama ini terjadi. Di samping itu alasan untuk meyakinkan atas keluhan kacamata tidak nyaman padahal baru seminggu dibuat dapat diminimalisir.
a.Tahap I pemeriksaan dilaksanakan dengan meminta pasien terlebih dahulu untuk puasa sebelum diperiksa.
b. Tahap II pemeriksaan diupayakan sekitar 2 jam pasca makan.

Kedua tahapan ini memiliki keterkaitan dimana kadar gula darah akan sangat berbeda pada saat sebelum dan setelah makan. Setelah anda mendapatkan hasil keduanya maka ambilah nilai rata2 dari hasil periksa pada kedua fase tersebut. Modifikasi resep akan sangat berguna bagi pasien terutama dikarenakan akumulasi naik-turunnya kadar gula darah dapat terwakili. Sehingga keluhan pasien akan ketidaknyamanan ukuran kacamata dapat sedikit terminimalisir.

2.Tes Konfrontasi
Lakukan tes ini bila anda mengetahui pasien anda mengidap penyakit DM. Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut :
a. Ambil posisi duduk secara berhadapan antara anda dengan pasien
b. Tutup mata kanan pemeriksa dan mata kiri pasien
c. Posisikan jari jemari anda seperti menunjuk dengan jari telunjuk mengarah ke atas.
d. Gerakan secara perlahan jari tersebut dari posisi tak terlihat menjadi terlihat dari tepi/temporal wajah ke arah nasal/hidung.
e. Bila jari sudah dalam posisi terlihat oleh pemeriksa, maka hentikan gerakan jari.Lalu tanyakan pasien apakah jari anda bisa dilihat olehnya.
- Bila tidak maka gerakan kembali tangan anda sampai terlihat oleh pasien.
- Bila terlihat, lanjutkan pergerakan hingga ke arah nasal/hidung
f. Tes ini untuk mengetahui besarnya lapang pandang pasien. Berkurangnya lapang pandang kerapkali dialami oleh penderita DM dan ini merupakan sebuah indikasi terjadinya Retinopati diabetik

3. Pemeriksaan posisi dan pergerakan bola mata.
Ini dapat dilakukan dengan menggunakan senter yang digerakkan ke segala arah untuk mengetahui respon pasien terhadap cahaya. Pemeriksaan ini memiliki kemiripan dengan tes konfrontasi hanya saja lebih mudah.

Ini adalah domain anda sebagai praktisi sebagai langkah preventif dan deteksi dini penderita Diabetik Retinopati. Situasi ini sekaligus dapat meningkatkan tingkat kepercayaan pasien pada anda, selain anda memiliki pengetahuan dan wawasan. Sebuah profesi dan seorang profesional sulit berkembang bila anda tidak mencoba menggali setiap informasi dari manapun termasuk pasien dan mencoba mengsikronkan antara teori yang anda ketahui dengan realita yang ada. Bahasan ini saya kan lanjutkan pada sesi selanjutnya.

Kritik dan saran dapat dialamatkan ke denny arya shafa oktavianto (FB),dunia mata dan optikal(grup FB),www.duniamatadanoptikal.blogspot.com (blog),dennyvian@yahoo.com dan doktavianto@hki.org. Makasih. Tulisan ini saya persembahkan untuk seorang almarhumah penderita DM. Jagalah keluarga kalian, karena kalian akan tahu betapa berharganya mereka bagi anda di saat anda telah kehilangan mereka. Denny sayang ibu.I love you my wife and son

Rabu, 17 Maret 2010

KIAT PRAKTIS APLIKASI RETINOSKOP II

Beberapa waktu yang lalu saya telah membahas tentang aplikasi penggunaan retinoskop berkaitan dengan pengetahuan alat tersebut. Pada kesempatan ini saya akan berbagi tehnik dengan anda dengan mencoba mengkompilasikan antara teori dan praktek secar bersamaan. Sehingga akan ada kesinambungan yang efektif meski perlu di sadari pula bahwasanya teori kadang tak seirama dengan praktek. Di samping itu perangkat ini juga tidak menafikan terjadinya sebuah kesalahan. Konsekuensi logis yang perlu diterima akal sehat dimana tidak ada satu tehnik pun yang sempurna. Perpaduan antara data komputer ( baca autoref ),retinoskop, trial error ( pemeriksaan subyektif ) akan menghasilkan buah yang manis. semuanya akan menjadi sempurna dengan komunikasi yang baik dan detail agar hubungan antara pasien dan praktisi tidak melulu seperti pedagang asongan, ketika telah membeli ( selesai berinteraksi ) maka hubungan menjadi selesai.

A. Reflek Retinoskop
Adalah gerakan yang timbul di mata pasien saat anda menggerakkan retinoskop
1. With motion ( searah gerakannya )
2. Againts motian ( berlawanan arah gerakannya )
3. Neutral ( netral gerakannya atau tidak ada pergerakan )
4. Undetermined ( tidak dapat ditentukan gerakannya )
Untuk poin ke-4, gerakan reflek sulit diketahui dan bukan merupakan salah satu gerakan yang termasuk dalam poin 1,2,3.

B. Persiapan
Beberapa hal di bawah ini adalah item yang perlu dilakukan sebelum melaksanakan pemeriksaan obyektif via retinoskop, sebagai berikut :
1. Anda bisa menggunakan phoroptor atau trial frame sebagai media penempatan lensa koreksi.
2. Ambillah posisi sedikit agak menyamping dari hadapan pasien disesuaikan dengan mata yang akan diperiksa. Hal ini berguna agar punctum remotum ( titik penglihatan jauh) menjadi tak terhingga atau dengan kata lain tidak terjadi konvergensi.
3. Mintalah pasien untuk melihat sebuah obyek dibelakang anda supaya pasien tetap berfiksasi.
4. Sampaikan pada pasien tentang pendaran sinar akan terasa agak perih atau menyilaukan saat sinar dari perangkat retinoskop sejajar dengan pupil pasien. Informasi ini berguna bagi anda untuk mencegah keluhan yang terjadi saat pemeriksaan berlangsung.

C. Prosedur Pemeriksaan
1. Posisikan bentuk reflek sinar dalam keadaan sleeve up ( searah vertikal ). Jangan lupa sebelum anda melihat lewat lubang penglihatan retinoskop, biasakan untuk menaruh reflex sinar di tepi mata atau lateral. Ini mempermudah anda untuk tidak mencari-cari lagi keberadaan reflek sinar saat anda telah melihat di lubang instrumen retinoskop.
2. Kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi
a. With motion
Sisipkanlah lensa plus dimulai dari S + 1.00 D, tambahkan secara terus-menerus sampai gerakan berubah menjadi "against motion" atau "neutral".
b. Against motion
Dalam situasi ini penanganan sama seperti poin "a" akan tetapi lensa untuk menetralkannya adalah dengan memasukkan lensa minus hingga didapat refleks netral.
c. Netral
Bilamana ini terjadi lakukanlah penambahan lensa plus agar mengarah ke "with motion" dan bila kondisi itu terjadi, anda sisipkan lensa minus untuk membuat reflek ke arah neutral. Tindakan ini hanya untuk melakukan cross-check terhadap temuan anda.
d. Gerakan yang tidak dapat ditentukan
Dalam kasus ini, proyeksikan lensa minus secara bertahap sampai gerakan yang terjadi adalah "with motion". Namun apabila fenomena ini tetap berlangsung meski anda menambahkan lensa minus secara terus-menerus, maka anda dapat mengambil kesimpulan telah terjadi distorsi(=penyimpangan) dari refleks atau bahkan kelainan refraksi yang tinggi.Bilamana kejadian ini tetap berlangsung meski lensa koreksinya sudah cukup tinggi, alangkah lebih baik bila anda menggantinya dengan lensa plus hingga kondisi "with motion" tercapai. Ketika anda tetap tidak mendapatkan posisi tersebut, kemungkinan besar telah terjadi distorsi reflek. Ini dapat terjadi andai saja terdapat katarak, edema kornea, atau kelaianan organik lainnya. Anda dapat mengkonfirmasinya dengan melihat hasil kelengkungan kornea via keratometer atau autorefkeratometer.
e. Dikarenakan pada umumnya bentuk bola mata tidak bulat secara penuh, disarankan bagi anda melaksanakan prosedur sebagaimana di sebut di atas dengan sleeve mengarah ke tegak lurus dari meridian sebelumnya. Masukkanlah lensa cylinder baik plus atau minus sampai reflek netral didapatkan.
f. Lakukan perhitungan terhadap jarak kerja seraya hasil telah anda dapatkan
g. Minta pasien untuk melihat obyek snellen atau optotype untuk menilai tajam penglihatan secara monokuler (=1 mata ) dan binokuler (=2 mata ) dan lakukanlah penghalusan nilai koreksi bila diperlukan.
h. Tulislah resep setelah anda mendapatkan nilai koreksi yang diharapkan

3. Besaran Lebar dan Kecepatan Reflek
Kedua besaran di atas sangat berguna dalam mengidentifikasi seberapa besar nilai koreksi yang mungkin anda dapatkan untuk mencapai reflek "netral". Namun kadang kala ini tidak 100% dapat dijadikan sebagai tolak ukur perkiraan nilai koreksi. Jadi, anda tetap harus melakukan prosedur di atas dengan seksama.

D. Tips
1. Bila ingin mempercepat proses adalah dengan menyisipkan ukuran dalam interval atau step lebih dari 1 Dioptri. Sebagai contoh bila dengan S + 1.00 D gerakannya masih "with motion" maka masukkanlah lensa S + 3.00 D. Semakin singkat waktu pemeriksaan maka pasien akan terhindar dari rasa mengeluh yang berlebihan.
2. Hindari stigma di saat kuliah perihal gerakan yang tidak beraturan atau acak untuk mempermudah anda menentukan refleks sinar.Mohon maaf saya sampaikan ini, karena pendapat ini sempat mengecoh saya dan ketika saya telusuri lewat literatur ternyata hanya masalah penentuan kosa kata saja.
3. Bila anda kesulitan dalam mengenali "refleks netral", lakukanlah pemeriksaan retinoskop saat anda selesai melakukan pemeriksaan subyektif dimana anda telah mendapatkan ukuran koreksi yang belum dimodifikasi.

Rekan profesi tanamkan dalam diri masing-masing, alat ini bukan untuk mendapatkan hasil yang sempurna. Jadikanlah alat ini sebagai sebuah langkah dalam kelengkapan anda dalam menulis resep yang akan diberikan ke pasien. Perkaya diri anda dengan kemampuan ini dan anggaplah ini sebagai bekal anda seraya mengimplementasikan tuntutan profesi yang telah dituangkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pra syarat standar profesi.

Senin, 08 Maret 2010

SUDUT PANTOSCOPIK KUNCI SUKSES MENGGUNAKAN KACAMATA???

Banyak permasalahan yang kerap kali ditemui saat menggunakan kacamata, apakah kacamata yang memiliki ukuran( baca minus, plus atau cylinder ) atau tanpa ukuran. Pertanyaan yang selalu muncul, dimanakah letak permasalahannya? Keadaan ini bagi penyandang kelainan refraksi terutama dengan tingkat koreksi yang tinggi menjadi hal yang tidak aneh bahkan dianggap biasa. Lalu seperti apakah penjelasan secara teknis?
Mayoritas pengguna mengeluhkan ketidaknyamanan saat menggunakan alat bantu yang bernama kacamata. Pusing, cepat lelah, mata berair sebagai beberapa hal dari akibat pemakaiannya. Padahal cukup banyak faktor yang dapat dijadikan indikator instrumen tersebut bermasalah. Tidak jarang ukuran yang kurang pas dijadikan kambing hitam atas problema yang dihadapi.
Kami ingin menghadirkan kepada seluruh pembaca sekalian baik anda praktisi atau non praktisi perihal hambatan saat menggunakan piranti kacamata. Ya, sudut pantoscopic yang didefinisikan sebagai sudut kemiringan rim ( baca tempat lensa ) antara garis lurus yang dibentuk oleh lensa dan frame. Sebagai titik rujukan adalah gagang bagian samping frame, dimana tegak lurusnya dianggap garis normal. Gunakanlah penggaris dan posisikan tegak lurus dengan bagian samping frame dan penggaris tersebut diproyeksikan menjadi garis normal. Kemudian anda dapat melihat kemiringan rim dari mistar acuan garis normal. Besaran yang direkomendasikan adalah 8-10 derajat andai diukur dengan menggunakan penggaris busur derajat.
Mengapa harus diperhatikan? sudut pantoskopik berperan dalam menentukan jarak antara permukaan belakang lensa sama jaraknya terhadap kornea mata pada tiap bagian lensa. Apabila jarak yang sama telah dicapai, maka akan semakin meningkatlah zona penglihatan efektif. Kami yakin bahwasanya saat anda melihat bagian tepi lensa meski normal sekalipun akan mengakibatkan penyimpangan pembiasan. Sehingga, obyek terlihat tidak sesempurna saat anda melihat dari titik pusat lensa.Di samping itu zona efektif power akan didapat. Dalam beberapa penelitian, bahkan dilansir bahwasanya sudut pantoscopik menjadi kunsi sukses atau keberhasilan saat menggunakan kacamata. Bahkan untuk jenis lensa tertentu, para praktisi disarankan untuk mengukur sudut pantoscopik sebelum melakukan penitikan titik fokus lensa.
Apakah anda sudah mengeceknya, jangan sungkan untuk meminta pada para praktisi agar kenyamanan menjadi hal nyata dan bukan impian belaka. Lagipula, apakah anda tidak bosan dengan rasa tidak nyaman dan sempitnya lapang pandang akibat memakai kacamata. Pastikan anda yakin bahwasanya sudut pantoskopik bagian kanan dan kiri frame adalah sama. Banyak orang telah membuktikannya, bagaimana dengan anda ???

Rabu, 17 Februari 2010

APLIKASI PENGGUNAAN RETINOSKOP

Beberapa saat yang lalu, ada seorang teman mengatakan pada saya perihal bagaimana penggunaan " streak retinoskop ". Kemudian terpikirlah untuk membuat sebuah artikel tentang aplikasi dan implementasi alat tersebut. Tak lama sepeninggal hasrat tersebut, saya mencoba telusur artikel terkait dalam penyajiannya menggunakan bahasa indonesia. Walhasil cukup banyak artikel yang telah coba di angkat pembahasannya. Oleh karenanya, terkuaklah ide bagaimana kiat praktis memakai alat ini sebagai dimensi memperkaya diri dalam hal pengetahuan retinoskop. Setidaknya, artikel ini diajukan atas pengalaman saya berhubungan dengan properti tersebut selama ini dan tentunya didukung oleh sumber-sumber yang dapat dipercaya. Validnya data merupakan acuan grup ini dalam menghidangkan artikel kepada anda.

Kekeliruan utama dan mendasar para praktisi menyebut "RETINOSKOP" sebagai "STREAK RETINOSKOP"telah penulis alami sejak di bangku kuliah. Padahal bila kita melakukan penelusuran via internet, anda tidak akan menemui perangkat yang bernama streak retinoskop, melainkan hanya ada retinoskop.Retinoskop pertama kali diperkenalkan oleh seorang dokter spesialis mata bernama Jake Copeland. Perbaikan sampai detik ini terus dilakukan hingga akhirnya kita mengenal 2 varian, yaitu :

1. Copeland Optec 360

2. Welch-Allen

Perangkat ini dibagi atas 3 bagian

1. Atas
Bagian ini sering disebut sebagai Projector Head dan di sinilah lokasi dari sumber sinar dan media okuler tersedia yang letaknya saling bertolak belakang. Beberapa perusahaan memberikan bantalan di atas bagian okuler ( bagian paling atas ) atau menyediakan asesoris tambahan berupa plastik sepanjang kira-kira 5 cm yang berguna sebagai sandaran dahi agar supaya pengaplikasiannya lebih mudah.

2. Sleeve atau lengan
Sleeve ini identik dengan pembentukan sinar yang anda inginkan. Berkas sinar melebar dengan ketajaman sinar yang rendah disebut Sleeve Up, sedangkan berkas sinar ramping ( seperti asesoris stenopic slit pada trial lens ) dengan ketajaman sinar yang tinggi dikenal sebagai sleeve down.
Persis dibawah sleeve ada alat pemutar sudut dari berkas sinar yang pada nantinya berkas sinar bisa tampil secara vertikal, horizontal dan miring tergantung pada axis yang dibentuk oleh media mata pasien.

3. Battery
Bagian ini adalah tempat tangan anda menggengam retinoskop dan juga pengaturan intensitas sinar yang ingin anda hasilkan. Patut digaris bawahi sebaiknya intensitas sinar jangan terlalu tinggi dimana bila ini terjadi pasien akan merasa silau dan pedih.

Retinoskop digunakan sebagai salah satu alternatif pemeriksaan obyektif ( baca pasien tidak berperan aktif ). Tatkala pasien kurang kooperatif dan autoref tidak bisa mengeluarkan hasil alias error. Kemudahan penggunaan dan efektifdalam waktu pemeriksaan menjadikannya sebagai idola di atas idola bagi para praktisi yang memilikinya. Bagaimana dan persiapan yang semestinya dilakukan???

1. Ruangan
Sebaiknya pencahayaan di ruangan tidak terlalu terang. Besaran pupil normal berkisar antara 2-4 mm. Temaramnya cahaya akan membuat pupil berdilatasi atau bahasa membesar. Semakin besar pupil akan semakin memudahkan dalam melihat refleks cahaya di pupil. Kebanyakan praktisi mengakalinya dengan menggunakan midriasil atau lensa kerja yang ditaruh di trial frame atau pada phoroptor

2. Lensa kerja
dimaknai sebagai lensa yang dipasang pada trial frame atau phoroptor sebagai kompensasi dari jarak kerja yang dilakukan. Jarak kerja didefinisikan sebagai jarak antara kornea dan retinoskop sendiri. Cara penghitungannya sebagai berikut :
D(power ) = 1 / F ( jarak kerja)
contoh : F = 50 cm = 0.5 m
maka lensa kerja = 1 / 0.5 m
= 2 D
jadi, lensa kerja yang digunakan adalah + 2.00 Dipotri pada jarak 50 cm
Beberapa praktisi biasany langsung menaruh lensa kerja pada alat bantu ( lihat poin no 3 dibawah ) tapi tidak sedikit yang tidak menggunakan lensa kerja dan memodifikasi dengan hasil akhir dengan formula sebagai berikut :
UKURAN = HASIL RETINOSKOP - LENSA KERJA
diket : hasil retinoskop = + 1.00
lensa kerja = +2.00
maka Ukuran pasien tersebut = (+1.00) - ( +2.00 )
= -1.00
jadi ukuran pasien adalah S -1.00

3. Alat pembantu lainnya
Anda bisa menggunakan beberapa alat ini untuk mempermudah pengaplikasian dalam mencari ukuran mata yang tepat:

a. Skiaskopik bar
Alat ini berbentuk mistar yang memiliki lensa dengan perbedaan dioptri sebesar 1 D. Skiaskopik terbagi atas skiakopik lensa plus dan minus.umumnya maksimal ukuran + 5.00 dan -5.00
b. Trial Frame dan trial lens
c. Phoroptor

Memahami dan mencoba mengerti sesuatu perlu penalaran yang lebih. selanjutnya saya akan membahas kembali masalah ini dalam rangka memudahkan anda dalam mengenal dan mempelajari alat ini. Yang terpenting jangan bosan untuk terus belajar dan berbagi ilmu ya. have a nice day

Selasa, 16 Februari 2010

PINCANGNYA REFRAKSIONIS OPTISIEN

Pertama-tama saya mohon maaf bila artikel ini terasa anyar bagi sebagian anggota grup ini yang kebetulan tidak berprofesi dalam dunia optikal. Tiada salahnya pula, bilamana rekan-rekan memahami dunia yang dekat dengan anda akan tetapi begitu terasa awam. Narasi berikut ini merupakan sekelumit rangkaian kaleidoskop dan segala ungkapan di hati bagi para praktisi terkait.
Suatu ketika, saya membuka sebuah blog dimana seseorang dengan bangganya sebagai seorang Refraksonis Optisien( berikutnya di tulis RO ). Tidak lama kemudian ketrenyuhan menggeluti hati saya tatkala materi yang dibahas dalam blog tersebut lebih ke arah anatomi dan penyakit mata yang jauh dari jangkauan profesi. Saya dan banyak orang lain ( baca mungkin termasuk anda ) masih bimbang dengan status diploma yang telah diraih. Pada blog atau situs lokal lainnya tidak jauh berbeda dan begitu beragam varian yang disajikan.
Menurut Kepmenkes NOMOR 544/MENKES/SK/VI/2002 tentang registrasi dan izin kerja RO pasal 16 ayat 1
Refraksionis optisien dalam melaksanakan pekerjaan berwenang untuk :
a. Melakukan pemeriksaan mata dasar;
b. Melakukan pemeriksaan refraksi;
c. Menetapkan, menyiapkan dan membuat kacamata berdasarkan ukuran lensa kacamata/ lensa kontak sesuai dengan kebutuhan;
d. Menerima dan melayani resep kacamata dari dokter spesialis mata;
e. Mengepas (fitting) kacamata/ lensa kontak pada pemakai/ pasien untuk kenyamanan dan keserasian
Baik bagi kita mengasah pengetahuan kita sehingga dapat mempertajam hasil anamnesa dan hipotesa atas sesuatu, akan tetapi harus realistis dengan keadaan yang terjadi. Sebagai contoh RO membahas tentang Ablasio Retina dengan begitu cantiknya, namun saya menjadi ragu apakah mereka pernah terlibat langsung dalam penanganan kasus tersebut.
Pada peraturan perundang-undangan yang sama dan pasal 16 disebutkan "Setiap refraksionis optisien dalam menjalankan tugas profesinya berkewajiban mengikuti pendidikan berkelanjutan untuk meningkatkan kemampuan keilmuan dan keterampilan dalam bidang refraksi dan optisi/ optometri". Pertanyaan besar yang menggugah alam pikir saya adalah apakah profesi kita sama dengan optometri. Meski banyak para praktisi terdahulu memadankan profesi dengan optometri. Tiada salahnya bila kita menilik sejenak definisi optometri dan optician dari wikipedia sebagai berikut :
1. Optometri, asal katanya adalah " opto" yang berarti mata, "metri" yang berarti mengukur, sehingga bila diterjemahkan secara menyeluruh adalah profesi yang berhubungan dengan organ mata dan struktur yang berhubungan dengannya, seperti sebaik apa penglihatannya, sistem penglihatandan pemrosesan informasi oleh mata.
2. Optician adalahpraktisi yang mendesain, menyesuaikan/fitting dan membuat lensa untuk koreksi penglihatan seseorang.
Anda bisa bergumul dengan pikiran anda sendiri ketika mencoba menganalisa keadaan di atas. Pertanyaan yang mungkin tersembul adalah:
a. Siapa yang menyimpulkan nama profesi " RO " untuk pertama kali dan akhirnya di abadikan?
b. Mengapa institusi kenegaraan membuat sebuah perangkat undang-undang yang tentu saja sebelumnya meminta pendapat para praktisi melegalkan bahwa RO adalah optometri?
c. Apakah profesi kita lebih keren dari optometri karena kita juga mendalami ilmu dari bidang optician?
d. Apakah kita perlu mengevaluasi kembali pemberian nama sebuah profesi dan menyelaraskan seluruh tatanan yang telah terlanjur mendarah daging?
Mari kita bercermin dengan negara lain perihal keruwetan ini.
1. Malaysia memisahkan profesi antara optometri dan optician
2. Singapura memisahkan profesi antara optometri dan optician
3. Arab Saudi memisahkan profesi antara optometri dan optician
Adapun implementasi di lapangan, banyak laporan terutama di negara no 1 dan 2 tenaga RO di indonesia tidak bisa bersaing. Hal ini lebih banyak berawal dari ijazah yang hanya diploma, maka mereka beranggapan bahwa tenaga kerja kita adalah optician. Sedangkan di indonesia para RO tidak banyak melakukan kegiatan dalam ruang lingkup laboraturium optik. Oleh sebab itu sertifikat yang dikeluarkan oleh negara- negara tersebut adalah teknisi.
Pertanyaan yang menggelitik selalu, apakah RO ? Apakah nama ini lazim sedang sepengetahuan penulis tidak ada runutan yang jelas mengenai kisah profesi ini. Bila kita ingin bercermin, berpalinglah pada profesi Psikolog dan Psikiatris. Mereka berbagi lahan meski dalam urusan yang tidak jauh berbeda. Harapan kami,RO bisa berdiri dengan gagah dengan memiliki jati diri tanpa harus menghasilkan SDM tapi terperangkap dalam kesemuan arti sebuah profesi.

Sumber :
1. Wikipedia
2. Kepmenkes NOMOR 544/MENKES/SK/VI/2002
3. Interview dengan beberapa praktisi

Rabu, 20 Januari 2010

HIKAYAT TAJAM PENGLIHATAN/VISUAL ACUITY ?

Judul di atas mungkin terasa janggal bagi anda yang tidak memiliki latar belakang sebagai praktisi kesehatan mata. Dalam kesempatan yang berbahagia ini karena grup ini sudah menginjak usia 5 bulan, bila bayi sedang belajar merangkak dan makan, kami ingin menyajikan hal mendasar dari kesehatan organ penglihatan ditinjau dari fungsi mata. Tajam penglihatn merupakan padanan dari bahasa inggris "Visual acuity" yang didefinisikan sebagai buruk atau jelasnya penglihatan yang bergantung pada tingkat kejelasan upaya pemfokusan di retina yang merupakan pengejawantahan hubungan antara fungsi mata dan sentifitas kerja di otak.Tajam penglihatan sendiri dikenal sebagai nilai kuantitatif dari hasil sebuah kemampuan mengidentifikasi sebuah obyek dengan besaran dan jarak tertentu.
Satuan yang biasa digunakan cukup bervariatif tergantung dari kebiasaan tiap negara. Pada umumnya untuk di indonesia menggunakan meter, tetapi tidak sedikit juga yang menggunakan satuan feet.Bilangan 6/60 dalam skala meter menunjukkan nilai pembilangnya (baca 6 ) adalah jarak orang yang tidak mampu melihat sebuah deretan obyek dengan sempurna dan nilai penyebutnya ( baca 60 )mewakili jarak orang normal yang masih dapat melihat obyek tersebut dengan baik. Obyek yang digunakan begitu bervariasi berupa huruf ( yangg dipopulerkan oleh Snellen ), angka ( yang diperkenalkan oleh Hess ), huruf C dalam berbagai / broken ring ( oleh Landolt ), huruf E dalam berbagai posisi dan gambar.
Apabila didesimalkan, maka 6/60 = 0.1 dan bila dipersentasikan berarti 10% bermakna fungsi penglihatan individu yang diperiksa sebesar 10%, dan dia kehilangan 90% fungsi penglihatannya. Menurut batasan WHO( World Health Organisation ) dan telah di adopsi secara aklamasi di kalangan praktisi, batasan tajam penglihatan normal adalah berkisar 6/12 atau fungsi penglihatan yang dimiliki adalah 50%. Namun 6/6 adalah nilai dimana seseorang dianggap memiliki kemampuan penglihatan 100%. Semuanya tercakup dalam satuan meter sebagai acuan.
Berikut ini adalah runtutan kisah dari tajam penglihatan yang begitu fenomenal :
1843 : Para ilmuwan jerman berinsiatif untuk melakukan standarisasi tes untuk fungsi penglihatan dan menginisiatifkan beberapa model
1854: Eduard von Jaeger mempublikasikan contoh perangkat yang digunakan dalam tes baca ( jarak dekat ). Beliau menggunakan bahasa jerman, perancis, inggris dan beberapa bahasa lainnya sebagai pilihan dari simulasi yang diadakan. Besaran hurufnya sendiri merujuk pada State Printing House di Wina ( austria ) dan melabelkannya dalam angka dari katalog percetakan di tempat tersebut
1861: Franciscus Donders menjadikan tajam penglihatan sebagai gambaran tingkat kejelasan fungsi penglihatan dan memberikan batasan subyek dan standarisasi dari tajam penglihatan.
1862: Hermann Snellen memperkenalkan obyek berupa huruf. Keputusan terbesarnya adalah pemberian nama obyek dengan nama optotype dimana pembuatannya didasarkan pembuatan 25 buah kotak berbentuk bujur sangkar ( baca 5X5 ). Hal ini menjadi begitu penting karena memberikan standar dalam pembuatan obyek. Snellen juga memberikan rumusan "standar penglihatan " dalam pembuatannya berupa sudut 5"( baca 5 menit )dimana setiap huruf tersebut harus mewakili secara penuh bagian kotak dari 25 kotak yang tersedia .
1868: John Green of St. Louis, salah seorang yang bekerja sama dengan Donders dan Snellenm,menyarankan besaran sebuah obyek didasarkan pembuatannya secara geometri dan juga proporsi jarak antar huruf. Pada saat itu, usulan Green tidak bisa diterima. Di kemudian hari prinsip ini dijadikan sebagai standar internasional dalam pembuatan obyek
1875: Snellen mengubah bentuk dari feet ke dalam meter.
1875: Felix Monoyer mengajukan pengubahan notasi snellen dalam desimal
1888 : Edmund Landolt melansir Landolt C atau broken ring
1898 : Marius Tscherning melaporkan bahwasanya 6/6 bukanlah merupakan batasan normal seperti yang di sampaikan oleh Snellen. Namun beberapa penelitian standar 6/6 bisa dijadikan rujukan dan digunakan samapai detik ini.
1923 : Sergei Golovin and D. A. Sivtsev mengembangkan tabel tes tajam penglihatan, selanjutnya dikenal sebagai tabel Golovin-Sivtsev
1959 : Louise Sloan membuat desain baru optotype dengan 10 buah huruf,setiap huruf mewakili setiap baris, agar supaya menghindari masalah bilamana semua huruf tidak dapat dikenali secara baik. Louise Sloan juga memperkenalkanukuranbaru sebuah huruf dengan menggunakan sistem Standar Internasional bahwa standar ketajaman 6/6 atau 1 menyatakan kemampuan dalam mengenali standar ukuran sebuah obyek(1M-bunit) pada jarak (1 meter).
1976 : Ian Bailey and Jan Lovie melansir jenis obyek baru dengan sedikit huruf di setiap baris dan jarak spasinya disesuaikan dengan besaran huruf sebelumnya. Usulan ini dibuat agar obyek tidak terlihat terlalu banyak dan menunmpuk dan besarnya notasi tajam penglihatan berada di sampingnya. Chart ini memiliki bentuk seperti piramid dan terlihat tidak menumpuk atau terlalu banyak variabel huruf dibandingkan yang telah dipakai sebelumnya dan optotype ini memasukkan saran Green perihal unsur geometri pada besaran huruf.
1976 : Lea Hyvärinen membuat sebuah dengan nama chart"Lea chart" yang berupa gambar seperti buah apel, rumah, lingkaran,dan bentuk segi empat yang diperuntukkan bagi anak-anak prasekolah atau yang belum mengenal aksara.
1976 : Hugh Taylor juga menggunakan desain Lea untuk huruf E dalam berbagai posisi ( E chart ) dan dikemudian hari digunakan untuk melakukan tes pada orang aborigin di australia.
1982 : Rick Ferris dan rekan-rekannya di National Eye Institute memilih menggunakan desain dari Bailey-Lovie dan diaplikasikan dengan desain huruf Sloan dalam rangka membuat sebuah standarisasi pengukuran tajam penglihatan untuk penelitian Early Treatment of Diabetic Retinopathy Study (ETDRS). Optotype tersebut digunakan dalam setiap event di penelitian dan membiasakan setiap praktisi dengan desain baru ini.Dari daripenelitian tersebut digunakan mengkombinasikan huruf-huruf dengan mempertimbangkan tingkat kesulitan sebuah huruf di setiap barisnya.
1984 : The International Council of Ophthalmology menyatakan persetujuannya pada standar baru pengukuran tajam penglihatan dan jenis-jenis optotype lainnya.

Sumber :
1. Wikipedia
2. Herman Snellen (www.whonamedit.com)
3. www.ski.org

Kamis, 07 Januari 2010

MYOPIA MENGHANTUI ANAK KITA


Telinga kita mungkin sudah akrab dan terbiasa dengan istilah myopia. Namun tak ada salahnya bila saya memaparkan kembali dalam rangka menunjang artikel ini.Myopia berasal dari bahasa yunani "muopia" dan didefinisikan sebagai rabun jauh atau nearsigtedness dalam bahasa inggris. Myopia merupakan kelainan refraksi pada bagian mata sehingga sinar yang masuk akan menghasilkan bayangan yang difokuskan di depan retina dengan akomodasi secara rileks.Penyandang kelainan ini dapat melihat obyek yang berada dalam jarak dekat secara jelas tapi tidak untuk jarak jauh.Bentuk bola mata yang lebih panjang dari normal, bentuk lengkung kornea yang agak datar, sehingga bayangan terfokus di badan kaca bukan di retina.Keadaan ini berbanding terbalik dengan kondisi pada penyandang kelainan hypermetropia.
Tapi pernahkah anda menyadari bahwasanya rabun jauh sudah menjadi endemik tersendiri. Walaupun belum ada riset yang mendukung secara 100% bila dapat diturunkan atau bahkan menular, namun berkurangnya lahan kosong dan hijau, kebiasaan hidup yang lebih berorientasi di dalam rumah, intensitas penggunaan penglihatan dekat yang lebih banyak dari penglihatan jauh.Secara general anak-anak pada saat ini lebih suka bermain bola di playstation dibandingkan menghabiskan bermain bola di lapangan terbuka. Pola hidup yang jauh berubah dan diimbangi dengan pola makan dan bahan dasar makanan turut memicu keadaan yang dapat dikatakan abnormal ini begitu mencengkeram setiap langkah anak. Mungkin di masa lalu para orang tua dikhawatirkan dengan penyakit cacingan, sekarang hal ini sedikit demi sedikit mulai berubah tanpa disadari.
Di seluruh dunia, prevalensi kelainan refraksi diperkirakan 800 juta dari 2.3 milyar jumlah populasi yang ada. Kelainan myopia diindikasikan atas berbagai macam variabel seperti usia, jenis kelamin, etnik, pekerjaan, lingkungan dan banyak faktor mendukung lainnya. Seperti di cina, india dan malaysia, lebih dari 41% remaja menyandang kelainan ini dengan tingkat koreksi -1.00 Dioptri dan lebih dari 80% dengan ukuran -0.50 Dioptri. Penelitian terbaru institusi di Inggris melansir hal yang lebih mengejutkan dimana 50% penduduk inggris berkulit putih dan 53.4% penduduk Inggris keturunan Asia mendapatkan mata mereka mengalami rabun jauh. Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Rasa-rasanya angka-angka tersebut akan tidak berarti bila kita tidak membandingkannya dengan postulat-postulat ( baca dalil atau alasan pembanding )yang ada di indonesia. Pada tanggal 24 November 2009, saya dan tim dari Helen Keller International ( sebuah LSM yang intensif dalam program2 kesehatan dalam hal ini mata ) mencoba melakukan penelitian dengan responden berasal dari sebuah sekolah dasar di bilangan menteng atas. Jumlah responden 334 orang mencakupi kelas 1 sampai dengan 6 dimana 13 diantaranya pernah menggunakan kacamata atau memeriksakan matanya baik ke optikal maupun ke dokter spesialis mata. 110 anak mengalami myopia dengan koreksi -0.50 Dioptri atau normal bila kita mengacu pada Standar WHO sebagai badan kesehatan dunia.251 anak lainnya perlu dikoreksi antara -0.75 Dioptri s/d -2.00 Doptri dan 10 lainnya membutuhkan koreksi di atas -2.00. Bisa pula dikatakan bahwa lebih dari 500 mata mengalami kelainan myopia. Bila dipresentasikan maka lebih dari 50% anak didik butuh koreksi myopia. Lalu bagaimana dengan populasi indonesia secara keseluruhan, maka hasil yang mencengangkan akan membuka mata pikiran anda pada umumnya dan pemerintah pada khususnya dalam hal kepedulian kesehatan mata para generasi penerus bangsa.Bahkan beberapa peneliti mencap asia 70-90% ,menyandang kelainan ini dan merupakan jumlah terbesar di dunia. Sedangkan benua Afrika hanya 10-20% dan merupakan terkecil didunia.
Arthur Jensen, seorang praktisi mempercayai bahwasanya ada indikasi antara myopia dengan IQ ( tingkat intelegensi ) memiliki hubungan ataupun dipengaruhi oleh faktor gen. Tidak ada mekanisme secara spesifik menerangkan tentang hubungan tersebut. Namun ada sebuah penelitian yang menunjukkan penyandang myopia akan bertambah nilai koreksinya seiring dengan tingkat pendidikan seseorang dan banyak penelitian lainnya menunjukkan keterkaitan yang erat antara myopia dan IQ. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Arthur Jensen bahwa rata-rata para penyandang myopia memiliki nilai IQ lebih tinggi 7-8& dibandingkan populasi lainnya.
Menurut etiologi dan phato genesis sampai saat ini tidak ada 1 teori pun yang dapat memberikan penjelasan dengan memuaskan perihal pengaruh panjang bola mata dan nearsightedness. Tapi pada pertengahan abad 20, kebanyakan dokters spesialis mata dan optometris percaya apabila myopia disebabkan oleh intensitas kerja yang menggunakan penglihatan dekat yang dapat diklasifisikan sebagai keadaan " didapat" dan pertambahan nilai koreksi karena faktor pertambahan usia. Pada saat ini banyak ahli dan praktisi berpendapat bila kelainan ini disebabkan oleh faktor keturunan dan lingkungan.Akan tetapi terdapat dua hal yang mendasar dan di gadang-gadang sebagai penyebabnya yaitu faktor kehilangan atau berkurangnya fungsi retina dan media refrakta pada mata yang tidak fokus. Opsi ini terjadi karena sinar yang masuk ke indera penglihatan difokuskan tidak secara tepat di retina oleh sub bagian mata.
Begitu banyak hal yang dapat diungkap namun pada dasarnya perlu adanya kewaspadaan bagi para orangtua dan guru serta praktisi dalam mengantisipasi dilema ini. Lingkungan, pola hidup, pola makan, dan terutama bagi yang berusia sekolah dan kuliah harus lebih berancang-ancang memaknai perilaku mereka. Bukan tidak mungkin pemandangan ini akan menjadi hal biasa sebagaimana masyarakat di masa lalu begitu paranoid bila anak mereka menderita penyakit cacingan. Saatnya kita memberikan pemahaman bila menggunakan kacamata terutama bagi anak usia sekolah bukanlah sebuah aib atau penurunan kasta sosial. Tapi lebih dari sekedar estetika kacamata juga merupakan alat rehabilitisi fungsi penglihatan.

Daftar pustaka:
1. Online Etymology Dictionary
2. Borish, Irvin M. (1949). Clinical Refraction. Chicago: The Professional Press.
3. Duke-Elder, Sir Stewart (1969). The Practice of Refraction (8th ed.). St. Louis:The C.V. Mosby Company. ISBN 0-7000-1410-1.
4. Wikipedia
5. Hasil riset HKI