Cari Blog Ini

Rabu, 17 Februari 2010

APLIKASI PENGGUNAAN RETINOSKOP

Beberapa saat yang lalu, ada seorang teman mengatakan pada saya perihal bagaimana penggunaan " streak retinoskop ". Kemudian terpikirlah untuk membuat sebuah artikel tentang aplikasi dan implementasi alat tersebut. Tak lama sepeninggal hasrat tersebut, saya mencoba telusur artikel terkait dalam penyajiannya menggunakan bahasa indonesia. Walhasil cukup banyak artikel yang telah coba di angkat pembahasannya. Oleh karenanya, terkuaklah ide bagaimana kiat praktis memakai alat ini sebagai dimensi memperkaya diri dalam hal pengetahuan retinoskop. Setidaknya, artikel ini diajukan atas pengalaman saya berhubungan dengan properti tersebut selama ini dan tentunya didukung oleh sumber-sumber yang dapat dipercaya. Validnya data merupakan acuan grup ini dalam menghidangkan artikel kepada anda.

Kekeliruan utama dan mendasar para praktisi menyebut "RETINOSKOP" sebagai "STREAK RETINOSKOP"telah penulis alami sejak di bangku kuliah. Padahal bila kita melakukan penelusuran via internet, anda tidak akan menemui perangkat yang bernama streak retinoskop, melainkan hanya ada retinoskop.Retinoskop pertama kali diperkenalkan oleh seorang dokter spesialis mata bernama Jake Copeland. Perbaikan sampai detik ini terus dilakukan hingga akhirnya kita mengenal 2 varian, yaitu :

1. Copeland Optec 360

2. Welch-Allen

Perangkat ini dibagi atas 3 bagian

1. Atas
Bagian ini sering disebut sebagai Projector Head dan di sinilah lokasi dari sumber sinar dan media okuler tersedia yang letaknya saling bertolak belakang. Beberapa perusahaan memberikan bantalan di atas bagian okuler ( bagian paling atas ) atau menyediakan asesoris tambahan berupa plastik sepanjang kira-kira 5 cm yang berguna sebagai sandaran dahi agar supaya pengaplikasiannya lebih mudah.

2. Sleeve atau lengan
Sleeve ini identik dengan pembentukan sinar yang anda inginkan. Berkas sinar melebar dengan ketajaman sinar yang rendah disebut Sleeve Up, sedangkan berkas sinar ramping ( seperti asesoris stenopic slit pada trial lens ) dengan ketajaman sinar yang tinggi dikenal sebagai sleeve down.
Persis dibawah sleeve ada alat pemutar sudut dari berkas sinar yang pada nantinya berkas sinar bisa tampil secara vertikal, horizontal dan miring tergantung pada axis yang dibentuk oleh media mata pasien.

3. Battery
Bagian ini adalah tempat tangan anda menggengam retinoskop dan juga pengaturan intensitas sinar yang ingin anda hasilkan. Patut digaris bawahi sebaiknya intensitas sinar jangan terlalu tinggi dimana bila ini terjadi pasien akan merasa silau dan pedih.

Retinoskop digunakan sebagai salah satu alternatif pemeriksaan obyektif ( baca pasien tidak berperan aktif ). Tatkala pasien kurang kooperatif dan autoref tidak bisa mengeluarkan hasil alias error. Kemudahan penggunaan dan efektifdalam waktu pemeriksaan menjadikannya sebagai idola di atas idola bagi para praktisi yang memilikinya. Bagaimana dan persiapan yang semestinya dilakukan???

1. Ruangan
Sebaiknya pencahayaan di ruangan tidak terlalu terang. Besaran pupil normal berkisar antara 2-4 mm. Temaramnya cahaya akan membuat pupil berdilatasi atau bahasa membesar. Semakin besar pupil akan semakin memudahkan dalam melihat refleks cahaya di pupil. Kebanyakan praktisi mengakalinya dengan menggunakan midriasil atau lensa kerja yang ditaruh di trial frame atau pada phoroptor

2. Lensa kerja
dimaknai sebagai lensa yang dipasang pada trial frame atau phoroptor sebagai kompensasi dari jarak kerja yang dilakukan. Jarak kerja didefinisikan sebagai jarak antara kornea dan retinoskop sendiri. Cara penghitungannya sebagai berikut :
D(power ) = 1 / F ( jarak kerja)
contoh : F = 50 cm = 0.5 m
maka lensa kerja = 1 / 0.5 m
= 2 D
jadi, lensa kerja yang digunakan adalah + 2.00 Dipotri pada jarak 50 cm
Beberapa praktisi biasany langsung menaruh lensa kerja pada alat bantu ( lihat poin no 3 dibawah ) tapi tidak sedikit yang tidak menggunakan lensa kerja dan memodifikasi dengan hasil akhir dengan formula sebagai berikut :
UKURAN = HASIL RETINOSKOP - LENSA KERJA
diket : hasil retinoskop = + 1.00
lensa kerja = +2.00
maka Ukuran pasien tersebut = (+1.00) - ( +2.00 )
= -1.00
jadi ukuran pasien adalah S -1.00

3. Alat pembantu lainnya
Anda bisa menggunakan beberapa alat ini untuk mempermudah pengaplikasian dalam mencari ukuran mata yang tepat:

a. Skiaskopik bar
Alat ini berbentuk mistar yang memiliki lensa dengan perbedaan dioptri sebesar 1 D. Skiaskopik terbagi atas skiakopik lensa plus dan minus.umumnya maksimal ukuran + 5.00 dan -5.00
b. Trial Frame dan trial lens
c. Phoroptor

Memahami dan mencoba mengerti sesuatu perlu penalaran yang lebih. selanjutnya saya akan membahas kembali masalah ini dalam rangka memudahkan anda dalam mengenal dan mempelajari alat ini. Yang terpenting jangan bosan untuk terus belajar dan berbagi ilmu ya. have a nice day

Selasa, 16 Februari 2010

PINCANGNYA REFRAKSIONIS OPTISIEN

Pertama-tama saya mohon maaf bila artikel ini terasa anyar bagi sebagian anggota grup ini yang kebetulan tidak berprofesi dalam dunia optikal. Tiada salahnya pula, bilamana rekan-rekan memahami dunia yang dekat dengan anda akan tetapi begitu terasa awam. Narasi berikut ini merupakan sekelumit rangkaian kaleidoskop dan segala ungkapan di hati bagi para praktisi terkait.
Suatu ketika, saya membuka sebuah blog dimana seseorang dengan bangganya sebagai seorang Refraksonis Optisien( berikutnya di tulis RO ). Tidak lama kemudian ketrenyuhan menggeluti hati saya tatkala materi yang dibahas dalam blog tersebut lebih ke arah anatomi dan penyakit mata yang jauh dari jangkauan profesi. Saya dan banyak orang lain ( baca mungkin termasuk anda ) masih bimbang dengan status diploma yang telah diraih. Pada blog atau situs lokal lainnya tidak jauh berbeda dan begitu beragam varian yang disajikan.
Menurut Kepmenkes NOMOR 544/MENKES/SK/VI/2002 tentang registrasi dan izin kerja RO pasal 16 ayat 1
Refraksionis optisien dalam melaksanakan pekerjaan berwenang untuk :
a. Melakukan pemeriksaan mata dasar;
b. Melakukan pemeriksaan refraksi;
c. Menetapkan, menyiapkan dan membuat kacamata berdasarkan ukuran lensa kacamata/ lensa kontak sesuai dengan kebutuhan;
d. Menerima dan melayani resep kacamata dari dokter spesialis mata;
e. Mengepas (fitting) kacamata/ lensa kontak pada pemakai/ pasien untuk kenyamanan dan keserasian
Baik bagi kita mengasah pengetahuan kita sehingga dapat mempertajam hasil anamnesa dan hipotesa atas sesuatu, akan tetapi harus realistis dengan keadaan yang terjadi. Sebagai contoh RO membahas tentang Ablasio Retina dengan begitu cantiknya, namun saya menjadi ragu apakah mereka pernah terlibat langsung dalam penanganan kasus tersebut.
Pada peraturan perundang-undangan yang sama dan pasal 16 disebutkan "Setiap refraksionis optisien dalam menjalankan tugas profesinya berkewajiban mengikuti pendidikan berkelanjutan untuk meningkatkan kemampuan keilmuan dan keterampilan dalam bidang refraksi dan optisi/ optometri". Pertanyaan besar yang menggugah alam pikir saya adalah apakah profesi kita sama dengan optometri. Meski banyak para praktisi terdahulu memadankan profesi dengan optometri. Tiada salahnya bila kita menilik sejenak definisi optometri dan optician dari wikipedia sebagai berikut :
1. Optometri, asal katanya adalah " opto" yang berarti mata, "metri" yang berarti mengukur, sehingga bila diterjemahkan secara menyeluruh adalah profesi yang berhubungan dengan organ mata dan struktur yang berhubungan dengannya, seperti sebaik apa penglihatannya, sistem penglihatandan pemrosesan informasi oleh mata.
2. Optician adalahpraktisi yang mendesain, menyesuaikan/fitting dan membuat lensa untuk koreksi penglihatan seseorang.
Anda bisa bergumul dengan pikiran anda sendiri ketika mencoba menganalisa keadaan di atas. Pertanyaan yang mungkin tersembul adalah:
a. Siapa yang menyimpulkan nama profesi " RO " untuk pertama kali dan akhirnya di abadikan?
b. Mengapa institusi kenegaraan membuat sebuah perangkat undang-undang yang tentu saja sebelumnya meminta pendapat para praktisi melegalkan bahwa RO adalah optometri?
c. Apakah profesi kita lebih keren dari optometri karena kita juga mendalami ilmu dari bidang optician?
d. Apakah kita perlu mengevaluasi kembali pemberian nama sebuah profesi dan menyelaraskan seluruh tatanan yang telah terlanjur mendarah daging?
Mari kita bercermin dengan negara lain perihal keruwetan ini.
1. Malaysia memisahkan profesi antara optometri dan optician
2. Singapura memisahkan profesi antara optometri dan optician
3. Arab Saudi memisahkan profesi antara optometri dan optician
Adapun implementasi di lapangan, banyak laporan terutama di negara no 1 dan 2 tenaga RO di indonesia tidak bisa bersaing. Hal ini lebih banyak berawal dari ijazah yang hanya diploma, maka mereka beranggapan bahwa tenaga kerja kita adalah optician. Sedangkan di indonesia para RO tidak banyak melakukan kegiatan dalam ruang lingkup laboraturium optik. Oleh sebab itu sertifikat yang dikeluarkan oleh negara- negara tersebut adalah teknisi.
Pertanyaan yang menggelitik selalu, apakah RO ? Apakah nama ini lazim sedang sepengetahuan penulis tidak ada runutan yang jelas mengenai kisah profesi ini. Bila kita ingin bercermin, berpalinglah pada profesi Psikolog dan Psikiatris. Mereka berbagi lahan meski dalam urusan yang tidak jauh berbeda. Harapan kami,RO bisa berdiri dengan gagah dengan memiliki jati diri tanpa harus menghasilkan SDM tapi terperangkap dalam kesemuan arti sebuah profesi.

Sumber :
1. Wikipedia
2. Kepmenkes NOMOR 544/MENKES/SK/VI/2002
3. Interview dengan beberapa praktisi